Penyimpangan
Penyimpangan adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan
atau kepatutan, baik
dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan
berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun
demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai
tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada
masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong,
mencuri, dan mengganggu siswa lain.Penyimpangan terhadap norma-norma
atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation),
sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan
disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah
perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai
dengan harapan kelompok.
Kejahatan
Kejahatan merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks
yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam
keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa
kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Sebelum kita membahas lebih jauh
tentang kejahatan kekerasan, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui tentang
arti kejahatan itu sendiri.
Berbicara masalah kriminologi tentu
tidak terlepas dari bahasan tentang ruang lingkup kejahatan. Terkait dengan
pengertian kejahatan itu sendiri, menurut A.S. Alam (1992:2) memberikan
definisi kejahatan dari dua sudut pandang, yakni :
Kejahatan dapat dilihat dari dua sudut pandang, pertama
dari sudut pandang hukum (yuridis) yaitu perbuatan yang melanggar hukum pidana
(a crime from the legal), dan sudut pandang yang kedua adalah perbuatan
yang melanggar norma-norma yang hidup dalam masyarakat yang lebih lazim disebut
secara sosiologis (a crime from the social).
Definisi kejahatan dilihat
dari sudut pandang hukum atau secara yuridis menganggap bahwa bagaimanapun
jeleknya perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, sepanjang perbuatan tersebut
tidak dilarang dan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana,
perbuatan tersebut tetap dianggap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan.
Kata kejahatan menurut
pengertian orang banyak sehari-hari adalah tingkah laku atau perbuatan yang
jahat dan tiap-tiap orang dapat merasakannya, bahwa penjahat itu seperti
pembunuhan, pencurian, penipuan dan lain sebaginya yang dilakukan oleh manusia.
Seperti yang dikemukakan oleh Rusli Effendy (1978:1) :
Kejahatan adalah delik hukum (rechts delicten)
yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang
sebagai peristiwa pidana, tetapi dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan tata hukum.
Setiap orang yang melakukan
kejahatan akan diberi sanksi pidana yang telah diatur dalam buku ke-II KUHP
yang dinyatakan di dalamnya sebagai kejahatan. Hal ini dipertegas oleh J.E.
Sahetapy (1989:11)
Kejahatan sebagaimana terdapat dalam perundang-undangan,
adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik
untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara.
Selanjutnya Moeliono (Soedjono
Dirdjosisworo, 1976:31) merumuskan kejahatan sebagai berikut :
Kejahatan adalah pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan
atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan dan
tidak boleh dibiarkan.
Di sisi lain kejahatan menurut
Edwin H. Sutherland (Topo Santoso, 2003:14) adalah sebagai berikut :
Bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang
dilarang oleh negara karena merupakan perbuatan yang merugikan negara dan
terhadap perbuatan tersebut negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya
pamungkas.
Dalam pengertian yuridis
kejahatan dibatasi sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai
kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Batasan
kejahatan yang kedua adalah kejahatan yang dipandang dari sudut sosiologis yang
berarti bahwa suatu perbuatan yang melanggar norma-orma yang hidup di dalam
masyarakat. Salah satu contohnya adalah perempuan yang melacurkan diri.
Perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan jika dipandang dari sisi yuridis
karena tidak diatur dalam perundang-undangan Pidana (KUHP) akan tetapi jika
dilihat dari sisi sosiologis perbuatan tersebut melanggar dan tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Di samping itu juga perbuatan
melacurkan diri ini melanggar dari sisi agama dan adat istiadat.
Menurut Topo Santoso (2003:15)
“ secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan
oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang
berbeda-beda, akan tetapi ada di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki
pola yang sama”.
Sedangkan menurut R. Soesilo
(1985:13), kejahatan dalam pengertian sosiologis meliputi segala tingkah laku
manusia, walaupun tidak atau belum ditentukan dalam undang-undang, karena pada
hakikatnya warga masyarakat dapat merasakan dan menafsirkan bahwa perbuatan
tersebut menyerang dan merugikan masyarakat.
Fenomena terjadinya kejahatan
kekerasan pada hakikatnya tidak dapat dihapuskan akan tetapi hanya dapat
dikurangi. Kejahatan kekerasan ini dapat mengganggu ketertiban dan keamanan
masyarakat, dan untuk itulah kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang
baik yang secara legal maupun secara sosiologis selalu diikuti oleh sanksi
tergantung dari jenis kejahatan kekerasan yang dilakukan.
Kontrol Sosial
Kontrol sosial
adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma
dan nilai yang berlaku. Dengan adanya kontrol sosial yang baik diharapkan mampu
meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang.
Berikut
ini adalah cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sosial masyarakat
:
1.
Pengendalian Lisan (Pengendalian Sosial Persuasif)
Pengendalian lisan diberikan dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota kelompok sosial untuk mengikuti peraturan yang berlaku.
Pengendalian lisan diberikan dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota kelompok sosial untuk mengikuti peraturan yang berlaku.
2.
Pengendalian Simbolik (Pengendalian Sosial Persuasif)
Pengendalian simbolik merupakan pengendalian yang dilakukan dengan melalui gambar, tulisan, iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, Rambu Lalu Lintas, dll.
Pengendalian simbolik merupakan pengendalian yang dilakukan dengan melalui gambar, tulisan, iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, Rambu Lalu Lintas, dll.
3.
Pengendalian Kekerasan (Pengendalian Koersif)
Pengendalian melalui cara-cara kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat si pelanggar jera dan membuatnya tidak berani melakukan kesalahan yang sama. Contoh seperti main hakim sendiri.
Pengendalian melalui cara-cara kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat si pelanggar jera dan membuatnya tidak berani melakukan kesalahan yang sama. Contoh seperti main hakim sendiri.
Ketidaksetaraan
Global
Ketidaksetaraan global mengacu pada sejauh mana
pendapatan dan kekayaan didistribusikan secara merata di antara penduduk dunia.
Pelacakan tingkat ketimpangan dunia menimbulkan berbagai tantangan bagi para
peneliti statistik. Negara yang berbeda, untuk pemula, pendapatan tally dan
kekayaan dengan cara yang berbeda, dan beberapa negara statistik hampir
penghitungan diandalkan sama sekali. Untungnya, ada peningkatan jumlah sumber
yang baik dari ringkasan data pada ketidakadilan global.sumber:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpang (tanggal 19-06-2014)
- http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-kejahatan.html (tanggal 19-06-2014)
- http://agoes.blog.fisip.uns.ac.id/2012/07/29/kontrol-sosial-atau-pengendalian-sosial/ (tanggal 19-06-2014)
- http://inequality.org/global-inequality (tanggal 19-06-2014)